Entri Populer

Sabtu, 07 April 2018

Teripang dan Cerita Masa Kecilku

Sumber gambar : manfaat.co.id



Malam ini iseng-iseng nyari gambar teripang di internet. Nggak tahu juga sih kenapa jadi nyari gambar teripang. Padahal niatnya mau nulis sesuatu di Sabtu malam ini. Tapi malah berakhir ke searching teripang laut. Jadi ada alasannya kenapa aku bisa searching teripang. Itu karena aku kangen sih dengan sebuah desa tempat aku tumbuh dan besar. Desa itu adalah desa Pukat, dekat dengan Labuhan Pade dan Labuhan Bua. Iya, jadi dulu itu sebelum aku pindah ke kota Sumbawa Besar, aku tumbuh dan besar di desa tersebut. 

Bisa dibayangkan, dekat dengan laut. Setiap ngaji subuh, kami biasanya berjalan kaki bersama kawan lainnya dan "Dea Guru Ngaji" (Guru Mengaji) ke laut. Itu yang menjadi kenangan masa kecilku yang tak terlupakan. Setiap waktu, tidak ada lauk lain yang dimakan selain makanan laut. Penjual seafood di desa tersebut terbilang cukup banyak. Mereka menjajakan dagangannya secara tradisional. Seingat aku dulu, masyarakat desa (mungkin yang jualan dari nelayan Bajo) itu membawa dagangannya dalam bak besar dan diletakkan di atas kepala yang dialasi gulungan kain (untuk menghindari kepala sakit). Mereka berkeliling desa sambil teriak menyeru ke warga desa agar membeli dagangannya.

Di situ, Ibuku senang sekali membeli seafood. Dari ikan, kerang, dan masih banyak jenis seafood yang aku tidak tahu bahasa Indonesianya. Kalau di desa dulu, aku ingat betul Ibu sering sekali membeli jenis kerang, seperti telokan, siso, protela, kerang yang matanya kayak kelereng, kerang yang cangkangnya gede banget, dan itu jadi memory tersendiri yang aku ingat sampai sekarang. Bisa dibilang tinggal di suatu desa yang dekat dengan laut itu, membuat aku bosan dengan makanan laut. Kalau ikannya nggak usah ditanyakan lagi. Setiap Ibu atau Bapak pergi mengajar ke sekolahnya di Labuhan Bua, aku selalu ikut dibawa. Kalau pulang sekolah, Ibu mampir langsung ke nelayan di sana. Aku ingat betul, ikan panjang bermoncong yang aku lupa namanya menjadi ikan besar pertama yang aku lihat saat kecil. Tapi sekarang sih, pas udah dewasa aku nggak terlalu suka makan ikan. Aku nggak suka baunya, tapi kalau diolahnya lezat sampai aku lupa baunya, pasti langsung ludes ikannya.

Aku juga menyukai saat di mana Ibu pernah beli ikan dari pedagang yang berkeliling, dan itu masih pakai sistem barter. Ikannya ditukar pakai beras. Mungkin itu sekitar tahun 2000-an ya. Mungkin aku masih umur 5 tahunan. Entah kenapa juga memory-ku masih kuat mengingatnya. Saat yang paling aku sukai adalah, saat Ibu suka membeli rumput laut kering dari para nelayan Labuhan Bua. Rumput laut itu direbus sampai mirip bubur dan disaring lalu dibuatkan agar-agar. Fresh dan masih alami. Kalau sekarang tinggal beli yang sachet-an aja, nggak perlu ribet.

Oh iya, masyarakat desa itu yang paling aku suka adalah masih mengenal sistem gotong royong. Apa-apa selalu dikerjakan secara bersama-sama. Jika ada yang pindah rumah, pasti masyarakat lainnya juga ikut membantu. Karena dulu, di desa tempat aku tinggal, beberapa rumahnya itu rumah panggung yang terbuat dari kayu. Jika ada yang pindah rumah, maka dibantu untuk "isong bale" (mengangkat rumahnya). Seru deh pokoknya kalau ingat masa kecil tinggal di desa Pukat.

Aku juga menyukai saat hari libur atau luang para tetangga bersama-sama berlibur. Liburannya nggak jauh-jauh ke laut. Di situ banyak perlengkapan yang dibawa buat masak-masak. Kalau di desa sih disebut "bekelewang". Nah, itu aku ingat dulu naik sampan kecil, pergi ke gili bareng Ibu, Bapak, dan tetangga lain. Ingat banget gimana dulu nyebrang laut buat nyampai gili. Di tengah laut aku hampir tenggelam karena penasaran sama karang yang indah di bawah laut. Untung cepat-cepat dipegangin Ibu. Kalau ingat kejadian itu sih, kayak gimana ya sekarang. Hihi.

Sampai di gili, kami langsung makan-makan. Atau nggak nyari kerang kecil yang namanya kami sebut "remis". Seingat ingatan masa kecilku, para tetangga nyarinya itu garuk-garuk pasir. Terus ada lagi namanya "banten", kalau bahasa Indonesianya itu teripang. Ini dulu di Labuhan Bua atau Labuhan Pade banyak banget. Kami ambil, kami gosokin pakai batu kulit luarnya yang keras sampai halus. Biasanya masyarakat desa memakannya mentah-mentah. Termasuk aku juga. Teripang yang sudah dibersihkan dipotong kotak kecil-kecil, dan dicampur pakai kelapa yang sudah dibumbuin. Mirip kayak uraplah seingatku. Rasanya enak, kenyal seperti jelly. Saat dikunyah mirip kayak kunyah "nata de coco", nggak langsung hancur.

Kalau sekarang di kota, aku jarang banget makan makanan laut. Padahal makanan laut itu sehat. Aku juga ingat gimana saat bulan puasa. Saat itu zaman presiden siapa ya, itu libur bulan puasa sebulan. Itu seru banget bareng warga desa lainnya subuh-subuh gitu anak kecil pada ngumpul terus bunyiin apa gitu keliling desa buat bangunin warga. Hihi. Apalagi saat maulid Nabi, semua warga siap-siap dengan berbagai makanan yang dibawa ke masjid. Dulu kalau di desa pakai telur diwarnai merah dan ditusuk pakai potongan bambu ukuran sepanjang tangan yang sudah dihaluskan. Lengkap dengan "male". Ada juga selalu disediakan rengginang ukuran besar warna coklat (manis) dan warna putih (asin). Semenjak pindah ke Sumbawa tahun 2005, aku agak kaget karena telur untuk maulidnya nggak ada warna dan dibungkus pakai plastik. Ada juga nih, setiap tanggal berapa gitu ya, warga desa itu antar makanan ke setiap tetangga dengan piring kecil yang diletakkan di atas nampan besi bulat. Ibuku juga melakukannya. Jadi, kayak kelihatan saling tukar makanan gitu. Nggak tahu juga tujuannya apa. Yang kuingat itulah yang terjadi saat aku kecil di desa Pukat.

Ya Allah seru banget saat itu. Kalau kuceritakan masa kecilku saat itu, nggak akan cukup pena dan kertas untuk menampungnya. Banyak banget! Mungkin lain kali ya. Oh iya, aku sempat kembali ke sana untuk pergi ke Labuhan Pade tahun 2009, saat di mana dulu waktu aku kecil itu Labuhan Pade bosan aku kunjungi, saat di mana dia belum terkenal seperti sekarang ini. Itu pertama kali aku ke sana lagi sejak pindah tahun 2005. Kulihat rumah tetanggaku di desa Pukat agak asing namun satu yang tak terlupakan. Rumah dinas kecil di dalam SD Pukat yang tidak dipakai karena siswanya dipindah ke SD 1 Pukat (seingatku). Pohon Budi besar di sampingnya benar-benar kenangan. Masih ada menjadi saksi masa kecilku. Hanya saja pohon jambu air di depannya sudah di tebang. Sepertinya rumah dinas tempat aku tinggal dulu itu sudah ada penghuni barunya. Sayang banget, aku nggak bisa mampir. Aku juga ke Labuhan Pade di tahun 2012, hanya melewati dan melihat desa Pukat dan desa kenanganku. Nggak sempat mampir juga. Tahun berapa lagi, aku juga pergi ke Labuhan Pade, dan aku hanya melihat desa Pukat tanpa mampir. Oke, mungkin di lain kesempatan aku akan kembali membuat cerita tentangmu dan diriku.


#30DWCJilid12 #Day17

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Silahkan di coment yah,,,,
Tapi harus memenuhi etika-etika dalam berkomentar ^^
Jangan menggunakan kata-kata kasar maupun menyinggung individu ataupun kelompok,,,, OOOKKK!!! ^^