"Nomor 13." Seru seorang wanita berlesung pipi dan berkacamata dari depan pintu ruangan yang tertutup gorden warna hijau tua.
Namun tidak ada jawaban. Wanita itu terlihat memperhatikan kami satu per satu sambil memegang sebuah daftar nama-nama yang sedang antri.
"Nomor 13, silakan." Serunya lagi.
Saling melirik satu sama lain pun terjadi. Barangkali yang duduk di sampingnya adalah pemilik nomor yang sering dianggap sial oleh kebanyakan orang itu. Berbeda denganku, tidak peduli siapa pemilik nomor antrian tersebut. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Begitu cemas dan khawatir apa yang akan terjadi nanti. Apalagi jantungku semakin bertambah ketukannya saat tahu bahwa giliranku sebentar lagi.
"Sekali lagi, nomor 13, atas nama Pak Surya."
Bapak yang duduk sederet denganku dan hanya berselang dua kursi, dengan tergesa maju ke depan. Beliau sepertinya tadi terlalu serius menonton berita yang marak dibicarakan saat ini. Apalagi kalau bukan berita mengenai hebohnya 'puisi konde' itu. Beliau jadi tidak menyadari jika namanya sudah dipanggil tiga kali.
"Saya mbak." Ucap Beliau.
Beliau langsung mengikuti arahannya menuju ruangan yang sejak tadi pintunya tertutup. Terlihat dua tulisan 'Antri' yang ditempel di kiri dan kanan pintu, lengkap dengan tulisan 'Dorong' di sebelah kanan dan beberapa tempelan himbauan. Seperti himbauan agar tidak merokok dan menerima atau menelpon selama di ruang tindakan. Kulihat Beliau masuk, dan aku semakin tidak karuan. Jujur saja, mukaku terlihat pucat, hingga sempat ditegur oleh pengantri yang duduk di sebelahku.
"Tegang ya dek? Kelihatan banget pucat." Ucapnya.
"Hihi... Iya sedikit." Jawabku sekenanya.
"Mau dicabut?"
"Nggak, mau ditambal aja."
Laki-laki tinggi berwajah oriental itu hanya mengangguk, dia memberiku saran agar bersikap tenang, tidak perlu khawatir. Jika saja daya ingatanku tidak kuat, mungkin aku bisa terlihat baik-baik saja. Namun, kalau dia tahu ini bukan yang pertama kalinya aku ke Dentist. Terakhir, saat aku duduk di bangku SMA karena gigiku patah. Aku sampai perawatan gigi selama dua minggu. Perawatan pertama aku mendapatkan dua suntikan. Perawatan kedua jauh lebih sakit, karena aku mendapat empat suntikan yang menurut dokternya gusiku radang dan mudah bleeding, sehingga perlu diberikan tindakan tersebut.
Ya, karena daya ingatku akan hal itu, aku memiliki sedikit trauma. Kukira itu terakhir kali aku menjadi pasien 'Peri Gigi'. Bapak yang tadi masuk sudah keluar dengan raut wajah menahan sakit di pipi kanannya. Sepertinya Beliau tidak berdaya dengan apa yang terjadi di dalam. Hihi.
Sudah menunjukkan pukul 20.00. Sudah 3 jam aku menunggu. Bisa kau tebak, aku butuh hiburan untuk membuat diriku tidak cemas dan bosan. Kusetel lagu yang membuatku semangat dengan lirik yang memotivasi. Beberapa antrian sudah mulai berkurang. Kini hanya tinggal beberapa orang. Keasyikan mendengar musik, aku tentu tidak mendengar saat perawat gigi memanggil namaku.
"Nomor 18." Serunya.
"Nomor 18, atas nama Ibu Tiara.
Sontak saja aku terkejut, karena tiba giliranku. Aku pun langsung masuk dengan wajah tegang. Seorang Dokter cantik bernama Siska menyapaku dengan senyuman. Oke, meskipun tegang setidaknya hari itu, Tuhan memberikanku daya tahan kekuatan super, berupa kesabaran dan keberanian. Daya itu, membuatku bisa tidur nyenyak malam ini bersama peri gigi di alam mimpi.
#30DWCJilid12 #Day24
Namun tidak ada jawaban. Wanita itu terlihat memperhatikan kami satu per satu sambil memegang sebuah daftar nama-nama yang sedang antri.
"Nomor 13, silakan." Serunya lagi.
Saling melirik satu sama lain pun terjadi. Barangkali yang duduk di sampingnya adalah pemilik nomor yang sering dianggap sial oleh kebanyakan orang itu. Berbeda denganku, tidak peduli siapa pemilik nomor antrian tersebut. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Begitu cemas dan khawatir apa yang akan terjadi nanti. Apalagi jantungku semakin bertambah ketukannya saat tahu bahwa giliranku sebentar lagi.
"Sekali lagi, nomor 13, atas nama Pak Surya."
Bapak yang duduk sederet denganku dan hanya berselang dua kursi, dengan tergesa maju ke depan. Beliau sepertinya tadi terlalu serius menonton berita yang marak dibicarakan saat ini. Apalagi kalau bukan berita mengenai hebohnya 'puisi konde' itu. Beliau jadi tidak menyadari jika namanya sudah dipanggil tiga kali.
"Saya mbak." Ucap Beliau.
Beliau langsung mengikuti arahannya menuju ruangan yang sejak tadi pintunya tertutup. Terlihat dua tulisan 'Antri' yang ditempel di kiri dan kanan pintu, lengkap dengan tulisan 'Dorong' di sebelah kanan dan beberapa tempelan himbauan. Seperti himbauan agar tidak merokok dan menerima atau menelpon selama di ruang tindakan. Kulihat Beliau masuk, dan aku semakin tidak karuan. Jujur saja, mukaku terlihat pucat, hingga sempat ditegur oleh pengantri yang duduk di sebelahku.
"Tegang ya dek? Kelihatan banget pucat." Ucapnya.
"Hihi... Iya sedikit." Jawabku sekenanya.
"Mau dicabut?"
"Nggak, mau ditambal aja."
Laki-laki tinggi berwajah oriental itu hanya mengangguk, dia memberiku saran agar bersikap tenang, tidak perlu khawatir. Jika saja daya ingatanku tidak kuat, mungkin aku bisa terlihat baik-baik saja. Namun, kalau dia tahu ini bukan yang pertama kalinya aku ke Dentist. Terakhir, saat aku duduk di bangku SMA karena gigiku patah. Aku sampai perawatan gigi selama dua minggu. Perawatan pertama aku mendapatkan dua suntikan. Perawatan kedua jauh lebih sakit, karena aku mendapat empat suntikan yang menurut dokternya gusiku radang dan mudah bleeding, sehingga perlu diberikan tindakan tersebut.
Ya, karena daya ingatku akan hal itu, aku memiliki sedikit trauma. Kukira itu terakhir kali aku menjadi pasien 'Peri Gigi'. Bapak yang tadi masuk sudah keluar dengan raut wajah menahan sakit di pipi kanannya. Sepertinya Beliau tidak berdaya dengan apa yang terjadi di dalam. Hihi.
Sudah menunjukkan pukul 20.00. Sudah 3 jam aku menunggu. Bisa kau tebak, aku butuh hiburan untuk membuat diriku tidak cemas dan bosan. Kusetel lagu yang membuatku semangat dengan lirik yang memotivasi. Beberapa antrian sudah mulai berkurang. Kini hanya tinggal beberapa orang. Keasyikan mendengar musik, aku tentu tidak mendengar saat perawat gigi memanggil namaku.
"Nomor 18." Serunya.
"Nomor 18, atas nama Ibu Tiara.
Sontak saja aku terkejut, karena tiba giliranku. Aku pun langsung masuk dengan wajah tegang. Seorang Dokter cantik bernama Siska menyapaku dengan senyuman. Oke, meskipun tegang setidaknya hari itu, Tuhan memberikanku daya tahan kekuatan super, berupa kesabaran dan keberanian. Daya itu, membuatku bisa tidur nyenyak malam ini bersama peri gigi di alam mimpi.
#30DWCJilid12 #Day24
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Silahkan di coment yah,,,,
Tapi harus memenuhi etika-etika dalam berkomentar ^^
Jangan menggunakan kata-kata kasar maupun menyinggung individu ataupun kelompok,,,, OOOKKK!!! ^^